6/01/2009

Save our Nature


Jika pohon terakhir telah ditebang. Jika tetes air terakhir telah diminum. Maka manusia akan sadar bahwasanya uang tidak lagi berharga.

Kira kira begitulah bunyi dari kata kata bijak yang sering dituliskan, disebutkan, atau dijadikan poster besar oleh berbagai organisasi pecinta alam, pecinta/pemerhati lingkungan dan sejenisnya. Intinya memang sama, yaitu mencintai alam sekitar kita. Semua manusia yang tergabung dalam organisasi yang tersebut diatas amatlah senang apabila bisa melihat dan bertemu dengan hutan yang lebat, satwa satwa yang berkeliaran dengan damai, laut dan sungai yang jernih dan indah, hebusan angin surga di pantai. Semuanya tidak ingin agar keindahan dan kedamaian itu hilang.

Kebetulan saya juga termasuk sebagai anggota pecinta alam. Slogan diatas sudah sejak lama saya terima. Hanya sayang, untuk melaksanakannya adalah lumayan susah, kalau tidak mau dibilang teramat susah. Bukan dari kaminya. Namun dari masayarakat yang kami temui selama petualangan di alam.

Di desa Kiram. Di sana terdapat tambang emas yang menghasilkan pencemaran tingkat tinggi kepada sungai. Apakah usaha yang harus dilakukan? Berkata stop begitu saja? Tidak akan semudah itu. Aktifis lingkungan dan pecinta alam bisa saja bilang “Pak, hentikan kegiatan ini, kegiatan ini merusak lingkungan pak”. Lantas jikalau mereka bertanya balik “Kalau bapak ga menambang, bapak mau makan apa Nak?”. Apa si pengaju pertanyaan bisa menjawab?

Di Kiram, sejauh pengamatan dan pengalaman saya, tidak begitu cocok untuk ditanamai padi. Jarang sekali saya menemukan sawah disana. Meski tidak berarti tidak ada sawah disana. Yang jadi masalah adalah penambangan emas sudah menjadi pekerjaan tetap dan sadaran hidup yang utama dari masyarakat. Kalau kita mau menyuruh menghentikan, hendaknya kita sendiri mampu memberikan solusi yaitu pekerjaan baru yang cocok dengan keadaan alam sekitar Kiram. Misalnya dengan mensosialisasikan dan membantu perkebunan yang sesuai dengan kondisi alamnya.

Sayangnya perkebunan juga nampaknya bukanlah lahan yang menjanjikan buat masyarakat. Dilihat dari jarangnya perkebunan besar. Paling paling ada perkebunan karet. Itupun jumlahnya kecil. Dengan kata lain, tambang emas masih menjadi hal yang paling menjanjikan bagi masyarakat. Nampaknya, ulah tengkulak tengkulak padi dan karet membuat mereka tidak terlalu bernafsu untuk bercocok tanam. Sementara tengkulak emas justru menipu mereka dengan mengatakan bahwasanya masyarakat bisa mendapatkan uang yang lebih banyak dengan cara bertambang.

Kalau begitu penjahatanya adalah para tengkulak. Maka pemerintahlah yang harusnya sadar diri. Berantas tengkulak, tangkap semua lintah darat. Sediakan koperasi desa yang membuat masayarakat nyaman dan aman bercocok tanam sesuai dengan kondisi alamnya. Maka kerusakan lingkungan oleh tambang bisa di kurangi.

Semudah itukah? Tentu tidak. Karena pemerintah lebih suka memungut pajak dari para tengkulak emas yang membeli hasil tambang emas masyarakat. Kalaupun juga menyediakan penyuluhan dan bantuan untuk usaha cocok tanam, oknum oknumnya menelan bulat bulat biaya operasionalnya. Masalah yang cukup pelik.

Gubernur dan Bupati Kalsel suka sekali dengan adanya tambang dan perambahan hutan. Syachriel Darham dulunya membuka kembali jalanan kota untuk dilewati batubara setelah pada periode gubernur sebelumnya sempat melarang batubara melintas.

Gubernur yang sekarang tidak begitu peduli dengan setan setan jalanan yang bergentayangan setiap malamnya dijalan. Bupati Kabupaten Banjar adem ayem dengan penambangan liar yang makin menggila di daerahnya. Bupati Tanah Laut menikmati hasil penambangan di daerahnya sehigga keluarganya dengan mudahnya membangun istana, salah satunya yang terdapat di Banjarbaru.

Menurut saya pribadi. Menjaga kelestarian alam di Indonesia hanya bisa dilakukan dengan penyediaan lapangan kerja, termasuk juga dengan pemberantasan korupsi dan antek anteknya. Sehingga masyarakat tidak perlu takut berladang, karena harga tidak dipermainkan tengkulak. Karena takut harga dipermainkan, masyarakat lebih suka ikut menambang batu gunung atau merambah hutan ketimbang bercocok tanam.

Masih panjang sebenarnya. Sayang tidak ada link yang saya bisa berikan. Mohon dimaklumi. Kalau anda menganggap itu semua hanya dongeng. Silakan nikmati dongengnya, itu juga kalau anda memang merasa bisa menikmatinya. Kalau tidak suka, jangan pernah lagi datang ke sini. Toh hanya akan mebuat anda merasa tidak nyaman.

Kalau anda punya kerabat atau anda sendiri adalah pejabat. Tolong berantas korupsi. Jangan lagi para petani dan pengebun disusahkan oleh tengkulak. Kalau anda polisi dan aparat berwenang. Jangan cuma makan duit hasil sogokan para pengusaha tambang dan hutan. Tapi tangkap mereka. Kalau perlu tembak ditempat. Ingat pak, ingat bu! Kita masih punya anak cucu yang kelak akan mewarisi kehancuran kalau kita tidak mencegahnya mulai dari sekarang.

No comments:

Post a Comment